Kategori
Review

Books Of The Month of 2023: Review

Tahun 2023 lalu, saya membuat proyek bernama Books Of The Month (BOTM) untuk diri saya sendiri. Proyek ini mengharuskan saya untuk baca minimal satu buku setiap bulan yang juga akan di share lewat instagram saya setiap akhir bulan. Jadi mau tidak mau, pasti saya baca satu buku dalam sebulan. Syukurlah hasil bacaan dari proyek ini ternyata melebihi ekspektasi saya! Selain itu saya juga berhasil memenuhi challenge goodreads 25 books in a year, hehehe..

Nah, pada kesempatan kali ini saya akan menulis review buku-buku pada setiap bulan yang saya baca untuk BOTM. Semoga review ini bermanfaat dapat memberikan ide untuk bacaan Anda selanjutnya!

1. Januari

Untuk Negeriku (Moh. Hatta)

Ford County (John Grisham)

Pada bulan Januari saya baca dua buku, yakni; Ford County oleh John Grisham dan Untuk Negeriku, sebuah otobiografi oleh Mohammad Hatta.

Ford County merupakan sebuah kumpulan cerpen dengan total 7 cerpen di dalamnya. ‘Anak Yang Aneh’ adalah favorit saya sejauh ini. Berbeda dengan buku-buku John Grisham lainnya yang lebih condong ke kisah hukum atau kehidupan pengacara, Ford County mengisahkan cerita-cerita pendek yang semuanya terjadi di Ford County, Missisippi. Ford County sendiri adalah latar untuk novel John Grisham lainnya yang berjudul A Time To Kill. Buku ini bagus, tapi bukan favorit saya. Buat orang-orang yang ingin mulai membaca John Grisham, saya sarankan jangan mulai dari buku ini. Saya rasa lebih cocok untuk mulai baca karya John Grisham dari The Firm atau The Client. Ford County ini cocok untuk dijadikan selingan buat Anda yang sudah terbiasa membaca gaya John Grisham.

Selanjutnya Untuk Negeriku. Saya kaget waktu mengetahui bahwa buku ini memiliki 3 bagian, dan Bung Hatta sendiri yang menulis semua bagiannya! Yang saya baca dan review ini hanyalah bagian pertama saja. Lewat buku pertama ini Bung Hatta menceritakan masa kecilnya di Bukittinggi, hingga bersekolah di Padang, kuliah di Belanda dan kemudian aktif dalam dunia politik. Beliau bahkan memaparkan banyak detail-detail kecil seperti struktur keluarganya di Bukittinggi, latar belakang keluarga beliau yang kebanyakan merupakan ulama. Saya salut dengan perjuangan beliau menempuh pendidikan akademis, Pak Hatta juga tak pernah lupa untuk belajar ilmu agama. Kita juga disuguhi dengan berbagai cerita tentang pertemanan beliau dengan Ir. Sukarno.

Saya rasa materi sekolah (setidaknya pada masa kecil saya) tidak mengajarkan banyak hal tentang Bung Hatta. Kita hanya belajar bahwa Mohammad Hatta adalah seorang wakil presiden pertama Indonesia dan salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia bersama dengan Ir. Sukarno. Namun setelah membaca otobiografi ini, saya jadi sadar bahwa ada banyak sekali yang belum saya ketahui tentang Bung Hatta. Menurut saya buku ini wajib untuk dibaca semua orang, terutama para muda-mudi Indonesia. Bung Hatta adalah seorang sosok yang sangat menginspirasi buat saya.

2. Februari

Tuhan Ada Di Hatimu (Husein Ja’far Al-Hadar)

Salah satu bacaan favorit saya tahun ini! (Bukan bermaksud favoritism karena susah sekali memilih buku favorit, tapi…. ah gitu deh) Menurut saya, buku ini cocok sekali untuk dibaca kaum muda dari generasi milennial dan gen z seperti saya. Terutama untuk orang-orang yang merasa takut untuk membaca buku kategori agama namun merasa ingin mendekatkan diri lebih dalam pada agama, saya rasa buku ini adalah buku yang cocok untuk memulainya.

Habib Ja’far pandai menjelaskan hal lewat bercerita. Dan kisah-kisah dalam buku ini juga relatable pada zaman ini. Saya akui ada banyak pertanyaan-pertanyaan saya yang terjawab lewat buku ini. Pokoknya keren!

3. Maret

The Hunger Games (Suzanne Collins)

Awalnya saya tidak tertarik membaca buku ini karena 1. Genrenya dystopian, dan 2. Saya sudah pernah menonton filmnya. Namun dikarenakan saya kehabisan bacaan dan nggak punya ide mau baca buku yang mana lagi, akhirnya saya pinjam buku ini dari perpus. Dan wow, novel ini ternyata lebih bagus dari ekspektasi saya..

Seperti novel genre dystopian lainnya, dunia Hunger Games memiliki latar belakang masyarakat yang menderita karena sistem pemerintahan mereka yang kejam. Sistem pemerintahan ini mengharuskan setiap distrik setiap tahun untuk mengundi secara acak dan mencari 2 anak dengan rentang usia 12-18 tahun untuk bertanding mati-matian di arena Hunger Games setiap tahunnya. Tokoh utama novel ini bernama Katniss Everdeen, seorang remaja perempuan berusia 16 tahun. Katniss ini seorang pemanah yang andal. Keluarga Katniss terbiasa untuk melakukan pemberontakan kecil-kecilan dengan cara berburu binatang liar di hutan untuk memberi makan keluarga mereka. Unsur survival pada buku ini bikin deg-degan. Karena itu saya tidak menyarankan buku ini pada orang yang tidak menyukai grafik kekerasan.

Setelah menyelesaikan buku Hunger Games pertama, saya langsung lanjut membaca seri keduanya, yakni The Hunger Games: Catching fire dan seri terakhirnya yaitu The Hunger Games: Mockingjay. Saya bisa mengerti kenapa seri The Hunger Games ini sangat populer dan bahkan dibuat filmnya. Suzanne Collins memang pandai membuat alur cerita yang menarik untuk diikuti. Dan itu terbukti dengan adanya film prekuel Hunger Games yang tahun lalu muncul di bioskop. Yaitu The Hunger Games: The Ballad of Songbirds & Snakes.

Bila Anda suka membaca novel-novel dystopian lainnya seperti The Maze Runner atau Divergent, saya sarankan Anda untuk membaca The Hunger Games juga.

4. April

Barking Up The Wrong Tree (Eric Baker)

Tahun ini saya mulai baca buku self improvement lagi. Barking Up The Wrong Tree merupakan salah satunya. Saya sering melihat orang-orang merekomendasikan buku ini lewat berbagai platform media sosial. Kebetulan saya punya versi kindlenya, hehe.

Barking Up The Wrong Tree mengajarkan kita tentang keberanian, kepercayaan diri, serta mental untuk bangkit dan terus maju, serta banyak ilmu lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu. Kutipan populer dari buku ini adalah:

We spend too much time trying to be “good” when good is often merely average. To be great we must be different.

– Eric Baker

Begini arti yang saya tangkap dari kutipan tersebut; Seringkali kita menghabiskan terlalu banyak waktu untuk bekerja keras supaya terlihat ‘baik/bagus’ di mata orang lain. Padalahal definisi ‘baik’ itu relatif. Dan seringkali kita hanya berusaha mencocokkan diri kita dengan standar sosial/lingkungan di sekitar kita supaya terlihat baik. Karena itu kita harus mengenali diri sendiri dan menerima keunikan diri kita sendiri. Serta mindfulness atau sadar sepenuhnya dengan apa yang kita lakukan supaya tujuan kita memang benar-benar baik bagi diri kita sendiri dan orang lain.

Sejauh ini saya suka bukunya. Tidak terlalu berat untuk dibaca dan diisi dengan kisah-kisah yang terjadi di dunia nyata. Cukup memenuhi ekspektasi saya untuk buku yang di review dan direkomendasikan banyak orang.

5. Mei

A Time To Kill (John Grisham)

A Time To Kill mengisahkan tentang Jake Brigance, seorang pengacara muda yang harus berjuang mati-matian pada sebuah kasus yang terjadi di Missisippi, Amerika Serikat. Demi menyelesaikan kasus ini, Jake harus menghadapi berbagai macam bahaya yang mengancam nyawanya dan keluarganya.

Iya, saya baca buku John Grisham lagi.. (Tahun ini saya sudah membaca total 3 novel John Grisham :p) Seperti biasa, novel hukum John Grisham membawa ketegangan dan rasa penasaran hingga akhir ceritanya. Sebetulnya ada sekitar 5 seri buku John Grisham dengan tokoh Jake Brigance. Karena ini buku pertama yang saya baca dengan tokoh Jake Brigance, saya tidak yakin apakah yang ini favorit saya.

6. Juni

Supernova: Ksatria, Putri & Bintang Jatuh (Dee Lestari)

Ini adalah karya Dee Lestari yang pertama kali saya baca! Saking menariknya, novel ini saya selesaikan dalam sekali duduk.

Supernova adalah sebuah serial fiksi karangan Dee Lestari. Supernova memiliki 6 seri. Yang saya review ini adalah seri pertamanya. Seri pertama ini ini memiliki 3 tokoh karakter utama. Masing-masing memiliki pov sendiri dengan cerita dan jalan hidup yang unik. Saya suka sekali elemen sains dalam novel ini. Untuk orang-orang STEM, anda pasti akan tertarik baca novel ini 🙂

7. Juli

Supernova: Petir (Dee Lestari)

Setelah puas dengan seri pertama supernova, saya agak kecewa dengan seri keduanya. Sebab buku pertama dan kedua ternyata berisi cerita yang berbeda dengan tokoh yang beda pula.

Setelah menyelesaikan Petir, saya lanjut membaca Supernova: Akar. Setelah itu saya menyerah dan berhenti baca seri Supernova ini. Soalnya ada buku-buku lain yang mengantre ingin saya baca juga, wkwkwk.

8. Agustus

Asian Godfathers (Joe Studwell)

Optimis Rasional (Matt Ridley)

Pertama-tama, saya akan mereview Asian Godfathers yang ditulis oleh Joe Studwell. Jadi kenapa saya bisa sampai genre ini? Ceritanya, saya dan Ayah sedang membahas tentang crazy rich dan konglomerat di Asia Tenggara, lalu Ayah memberikan saya buku ini. Satu-satunya buku tentang godfathers Asia lainnya yang pernah saya baca hanyalah biografi Oei Hui Lan. Singkatnya, Oei Hui Lan adalah putri seorang konglomerat terbesar di Asia pada abad ke-20 yang sering disebut sebagai Raja Gula.

Kembali ke Asian Godfathers.. Saya akui saya tidak membaca buku ini hingga selesai. Sebab topiknya lumayan asing buat saya, serta ada banyak sisi ekonomi dan bisnis dalam buku ini yang bikin saya harus.. mikir membacanya. Namun saya belajar banyak tentang perdagangan di Asia pada abad ke-20 hingga abad 21. Saya juga jadi tahu banyak tentang sisi gelap para konglomerat super duper kaya ini :v Satu hal yang saya suka pada buku ini adalah riset Joe Studwell yang mendetail serta grafik dan tabel-tabel yang jelas (meskipun bacanya saya harus mikir berat).

Selanjutnya saya akan mereview Optimis Rasional oleh Matt Ridley. Saya menyukai buku Matt Ridley lainnya berjudul Genom yang membahas DNA dan genetik manusia. Matt Ridley bukanlah seorang ilmuwan, namun ia senang belajar dan menulis tentang sains. Optimis Rasional berisi tentang dunia yang penuh dengan ekspektasi dan prediksi, dan bagaimana cara kita mengatasinya. Matt Ridley menggunakan banyak metafor-metafor dan mengambil contoh dari sejarah untuk menjelaskan tentang optimisme. Menurut saya buku ini cocok untuk dibaca individu yang sering pesimis. Saya sendiri tidak begitu menikmati buku ini. Kalau boleh memilih, saya lebih suka Genom daripada Optimis Rasional.

9. September

Rework (Jason Fried & David Heinemeier Hansson)

Author Rework adalah salah satu co-founder Basecamp (Basecamp adalah sebuah perusahaan yang merancang web software), yaitu Jason Fried.

Buku ini mengajarkan pembacanya tentang tips-tips dan mindset berbisnis di era sekarang yang serba digital dan cepat. Dan minset-mindset dalam buku ini juga berguna untuk berbagai hal di dunia nyata, bukan hanya untuk bisnis saja. Buku ini tidak berbasis akademis, namun ditulis dari pengalaman langsung Jason Fried dan David H. H dalam perjalanan bisnis mereka. Bahkan pada awalan buku ini diterangkan bahwa buku ini juga ditulis untuk orang yang tidak pernah tertarik bisnis! Menyenangkan rasanya membaca buku tentang bisnis yang tidak terasa seperti buku bisnis 😀

Wah, saya punya banyak sekali kutipan yang saya sukai dari buku ini. Berikut adalah beberapa dari kutipan favorit saya dari Rework:

“Working without a plan may seem scary. But blindly following a plan that has no relationship with reality is even scarier.”

(Chapter 1) Takedowns: Planning is guessing

“The second something goes wrong, the natural tendendy is to create a policy. ‘Someone’s wearing shorts!? We need a dress code!’ No, you don’t You just need to tell John not to wear shorts again.”

(Chapter 10) Culture: Don’t scar on the first cut

“Write to be read, don’t write just to write. Whenever you write something, read it out loud. Does it sound the way it would if you were actually talking to someone? If not, how can you make it more conversational?”

“And when you’re writing, don’t think about all the people who may read your words. Think of one person. Then write for that one person. Writing for a mob leads to generalities and awkwardness. When you write to a specific target, you’re a lot more likely to hit the mark.

(Chapter 10) Culture: Sound like you

Oke, saya akan berhenti di sini saja. Silahkan baca bukunya sendiri, heheheheheh👹

10. Oktober

Mindset (Carol S. Dweck)

Mindset terutama mengajarkan kita tentang perbedaan fixed mindset dan growth mindset. Buku ini dibagi menjadi delapan bagian. Setiap bagian menjelaskan hal-hal yang spesifik seputar mindset dan cara berpikir manusia. Contohnya seperti jenis-jenis mindset, memahami mindset, dan dari mana datangnya mindset?

Menurut saya buku ini terutama cocok untuk dibaca para orangtua atau siapapun yang ingin menimba ilmu untuk parenting di masa depan. Sebab mindset adalah sebual hal yang sangat berkaitan dengan lingkungan dan asuhan.

Di bawah ini adalah tiga kutipan favorit saya dari buku Mindset:

“Ketika masalahnya berhubungan dengan perilaku atau hubungan mereka, anak-anak dengan mindset tetap merasa dihakimi, sementara anak-anak bermindset tumbuh merasa dibantu.”

“Mindset tumbuh benar-benar memungkinkan orang untuk mencintai apa yang mereka lakukan–dan tetap akan mencintainya meskipun menghadapi banyak kesulitan. Banyak orang bermindset tumbuh tidak bercita-cita sampai ke puncak. Mereka sampai ke puncak sebagai akibat dari melakukan apa yang mereka cintai. Puncak adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh orang-orang bermindset tetap, tetapi puncak itu justru dicapai oleh banyak orang yang memiliki mindset tumbuh sebagai efek samping dari antusiasme mereka terhadap hal yang mereka kerjakan.”

“Semangat untuk mengembangkan diri dan tetap melakukannya, sekalipun (atau khususnya) ketika keadaan tidak berjalan dengan baik, merupakan tanda mindset tumbuh. Mindset inilah yang memungkinkan orang-orang untuk berkembang ketika mengalami masa-masa paling menantang dalam hidup mereka.”

– Carol S. Dweck

11. November

The Help (Kathrynn Stockett)

The Help adalah salah satu buku favorit saya sepanjang masa. Saya pertama kali membacanya sewaktu SD. Saya tidak mengerti hal apa yang membuat saya begitu meyukai buku ini.. Mungkin karena salah satu karakternya relatable dengan saya (terlalu tinggi, rambut sulit diatur, kutu buku). Namun pelajaran-pelajaran hidup dari buku ini juga bagus, diselingin dengan komedi-komedi.

The Help mengisahkan tentang dua orang perempuan kulit hitam–Aibeleen Clark & Minny Jackson–yang bekerja sebagai pelayan untuk orang kulit putih di Jackson, Missisippi. Kedua wanita ini bekerja sama dengan seorang gadis kulit putih setempat bernama Skeeter Phelan untuk menulis sebuah buku berisi kisah-kisah para pelayan yang bekerja pada keluarga-keluarga kulit putih. Novel ini memiliki latar belakang tahun 1960, dimana rasisme dan hak-hak antar kulit berwarna masih menjadi perbincangan yang sengit.

Mungkin bagi saya yang waktu itu masih SD, background dalam dunia The Help (dan fakta bahwa kejadian-kejadian di novel ini terinspirasi dari kejadian nyata) bisa jadi mencengangkan buat saya.

12. Desember

The Psychology of Money (Morgan Housel)

Di rumah ada banyak sekali buku tentang keuangan dan investasi, namun saya belum pernah menyentuhnya sama sekali (kecuali sebuah buku komik tentang biografi Warren Buffet). Akhirnya tahun ini saya memutuskan untuk keluar dari zona nyaman dan baca buku investasi.

Saya bisa paham kenapa The Psychology of Money bisa menjadi salah satu buku keuangan paling populer pada masa ini. Isi yang dibahas relatif umum dan ramah untuk pemula.

Keahlian dalam mengelola uang tidak ada hubungannya dengan gelar sarjana atau sekolah anda. Dunia finansial atau keuangan sering disangkut-pautkan dengan kemampuan akademis. Namun, ada jutaan orang dengan gelar akademis yang luar biasa tetai payah dalam mengelola uang mereka. Dalam dunia keuangan, seseorang tanpa gelar sarjana, pengalaman formal, atau koneksi bisa saja punya uang lebih banyak mengalahkan seorang filantropis lulusan universitas terkemuka dengan gelar MBA.

Keunikan dunia keuangan adalah fakta bahwa dalam pengelolaan uang, mengelola uang dengan baik tidak ada hubungannya dengan kecerdasan Anda dan lebih banyak berhubungan dengan perilaku Anda. Dan perilaku sukar diajarkan, bahkan kepada orang-orang yang sangat cerdas.

Buku ini cocok bagi orang yang ingin belajar untuk melek finansial atau ingin menambah ilmu tentang dunia keuangan.


Itu tadi adalah review BOTM 2023 saya. Untuk tahun ini sepertinya saya akan libur BOTM dulu karena saya akan fokus menyiapkan ujian kelulusan Paket C dan UTBK. Namun saya akan tetap berbagi hasil bacaan saya lewat instagram dan blog bila sempat. Hanya saja mungkin buku bacaan tahun ini tak akan sebanyak tahun lalu.

Terima kasih sudah membaca!

– Sofia

(8 Februari 2024)

p.s not proofread

Kategori
Arsip

Magang

Tahun ini, saya memutuskan untuk mengambil sebuah langkah baru yang belum pernah saya lakukan sebelumnya: magang.

Sebetulnya tidak ada yang mewajibkan saya untuk ‘harus’ magang di masa SMA. Hanya saja, saya merasa kalau saya akan melewatkan kesempatan untuk belajar banyak hal bila tidak magang.. Maka dari itu saya memberanikan diri untuk magang pada akhirnya.

#Magang 1

Proses magang yang pertama dimulai pada sekitar awal bulan Mei. Awalnya saya berinisiatif ingin magang sejak kelas 2 SMA alias tahun lalu, namun ternyata perlu beberapa saat bagi saya untuk benar-benar menemukan keberanian untuk magang. Jadi pertama-tama, langkah yang saya ambil adalah datang ke tempat dimana saya ingin belajar magang untuk mencari tahu apakah tempat tersebut menerima magang buat siswa SMA seperti saya. Untuk transportasi, biasanya saya bersepeda dari rumah atau diantar orangtua ke tempat magang. Karena tujuan saya magang berada cukup dekat dari rumah. Mulai dari awal, saya berniat mengurus segala proses magang sendiri. Mulai dari survei tempat, meminta surat magang pada sekolah, mengajukan surat permohonan magang, dan berdiskusi waktu magang yang diperlukan dengan pihak di tempat magang. Oh iya, saya memutuskan untuk mencoba magang di sebuah bidan setempat.

Kendala pertama: Tempat yang saya tujui menerima murid magang, namun mereka belum pernah menerima anak SMA sebagai murid magang. Jadi mereka tidak terbiasa dan saya juga tak tahu harus bereskspektasi ingin membuat target apa disana. Namun syukur alhamdulillah, saya mulai masuk magang tanggal 5 Juni 2023. Awalnya saya melakukan observasi di tempat magang. Kemudian saya ikut diajak membantu menyortir rekaman medis. Dari sini saya belajar, kalau rekaman medis sebuah pusat layanan kesehatan itu ada banyakkk sekali😅 Rupanya di bidan tempat saya magang, mereka menyortir dan menyimpannya setiap awal bulan. Jadi saya membantu petugas administrasi bidan menyortir rekaman medis semua pasien pada bulan sebelumnya. Saya juga belajar kalau rekaman medis harus disimpan dengan benar untuk jaga-jaga bila suatu saat pasien meminta rekaman medisnya. Dan rekaman-rekaman medis tersebut harus dikelompokkan, ada pasien yang bakal datang lagi dan ada yang tidak. Hal ini diketahui dari rencana kunjungan, tujuan kunjungan, atau usia kehamilan pada saat rekaman medis itu dibuat. Saya membantu menyortir sampai sekitar jam 9 malam, sesuai kesepakatan yang saya buat dengan tempat magang. Lalu saya dijemput pulang oleh Ibu saya.

Di bawah adalah satu-satunya jepretan yang diambil Mama ketika saya pulang dari tempat magang, hehe.

Kemudian hari selanjutnya saya lanjut magang, namun hanya melakukan observasi serta membantu bersih-bersih tempat bidan. Di sela kegiatan magang, saya juga nonton anime bersama Mbak di bagian Administrasi lho, wkwkwk😆

Setelah itu saya diliburkan, karena pihak magang kedatangan mahasiswa-mahasiswa yang praktek disana. Jadi untuk beberapa saat saya tidak datang ke tempat magang. Setelah itu saya mengalami kendala komunikasi dengan pihak magang. Ternyata orang yang dulunya mengurus magang saya sudah pindah ke tempat lain. Akhirnya sekitar bulan Juli, saya mengakhiri magang di tempat bidan tersebut.

#Magang 2

Magang kedua adalah di PKBM lama saya, yakni Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah. Magang ini sebetulnya tidak direncanakan. Suatu saat saya iseng menawarkan diri untuk membantu hari kesehatan yang diadakan setiap hari Jum’at di QT, barulah saat itu saya kepikiran untuk magang di sana.

Setelah ngobrol dengan pendamping-pendamping QT (para pendamping adalah semacam guru yang mendampingi/mengawasi para warga belajar di QT), saya akhirnya magang khusus pada Hari Kesehatan.

Berikut beberapa foto hasil magang:

Selain itu, saya juga bersyukur sekali telah mendapat kesempatan untuk ikutan sharing materi tentang Kesehatan Reproduksi bersama warga belajar QT. Untuk pertama kalinya, saya berbagi tentang ilmu kesehatan yang saya tekuni!

Evaluasi Magang

Setelah magang, saya banyak mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang saya lakukan di saat magang dan hal-hal apa yang perlu saya baiki. Dalam hati saya tentu saja ada pikiran seperti, “Ah, kenapa waktu itu saya tidak melakukan ini..” dan “Kalau saja saya dapat melakukan ini dengan lebih baik.” Namun saya berusaha mengambil hikmah dari setiap kegiatan.

Saya merasa puas karena telah melakukan berbagai proses pengurusan dan pelaksanaan magang secara mandiri. Waktu datang pertama kali untuk riset ke tempat magang, jujur perut saya sakit, badan saya gemetaran dan saya susah tidur semalam sebelumnya.🤣 Namun setelah magang dua kali, saya merasa lebih positif, lebih percaya diri dan lebih mengerti apa yang harus dilakukan untuk kedepannya bila akan magang lagi.

Ucapan Terima Kasih

Terakhir, saya ingin berterima kasih kepada para pihak magang yang sudah menerima saya! Terima kasih kepada Qaryah Thayyibah dan para pendamping yang memberikan saya kesempatan untuk magang. Dan terima kasih kepada klinik Bidan untuk semua ilmunya. Saya belajar banyak dari pengalaman magang ini, yang saya yakin akan sangat bermanfaat bila saya ingin magang lagi di kemudian hari.

Di sini cerita magang di masa SMA saya berakhir, sampai jumpa di cerita magang berikutnya!

– Sofia Kamila

30 Desember 2023

(tulisan ini diunggah berminggu-minggu setelah saya selesai menulisnya. Dikarenakan saya perlu waktu dua minggu untuk menemukan kata ‘evaluasi’😆)

Kategori
Review

Sofia’s Podcast List

Halo! Pada kesempatan kali ini, saya akan sharing sekaligus mereview podcast-podcast yang sering saya dengarkan.

Podcast adalah rekaman suara atau audio yang diunggah ke publik melalui berbagai sarana seperti Spotify, Google Podcast, Deezer, Amazon Music, dll. Siapa saja bisa membuat podcast tentang apapun secara gratis. Beberapa kategori podcast yang paling populer contohnya adalah Berita, obrolan santai/takshow, komedi, cerita-cerita, dan banyak lagi.

Berikut ini adalah 10 podcast kesukaan saya beserta reviewnya:

  1. The Good News Podcast – The good news podcast

The Good News Podcast adalah sebuah podcast yang menyiarkan berita-berita baik. Contohnya seperti penemuan-penemuan baru, restorasi hutan yang berhasil diselesaikan, pokoknya kabar-kabar baik deh!

Penting bagi saya untuk mengimbangi hari dengan kabar-kabar baik supaya saya memiliki mindset yang positif. Jadi podcast ini adalah salah satu dari sekian banyak yang paling sering saya putar.

2. The Science of Everything Podcast – James Fodor

Podcast ini saya rekomendasikan untuk para pelajar STEM seperti saya, hehe. The Science of Everything membahas berbagai macam sains alam dan bahkan studi sosial. Kebanyakan episodenya dibawakan oleh James Fodor sendiri, namun kadang ada tamu yang ikut mengisi podcastnya. Pokoknya podcast ini cocok untuk para orang STEM yang ingin mengingat kembali apa yang mereka pelajari, atau para alumni jurusan STEM yang sekadar ingin nostalgia, atau siapa saja yang menyukai dunia sains dan ingin menambah wawasan!

3. Growing With The FLow – Nayna Florence

Growing With The Flow adalah salah satu hasil terbaik saya dari mengeklik acak podcast secara random. Dalam podcast ini, kita disuguhi cerita-cerita kecil dari pengalaman hidup Nayna Florence. Ada berbagai kisah seperti adulting, mengatasi burn-out dan kecemasan, dunia perkuliahan dan karir, keluarga, pengalaman tinggal sendirian, hal-hal yang disyukuri dalam hidup, kejadian lucu, dan masih banyak lagi.

Saya suka sekali mendengarkan pengalaman hidup orang lain baik itu lewat podcast maupun tulisan. Terkadang mata saya capek membaca tulisan blog atau artikel, jadi podcast ini adalah win-win solution bagi saya karena bisa saya dengarkan sambil menjalani hari. Ditambah lagi, ketika mendengarkan podcast ini, rasanya seperti mendengarkan seorang sahabat atau kakak perempuan bercerita 😀

4. Ghazalia College – Ulil Abshar Abdalla

Terkadang (keyword: terkadang) saya mendengarkan Ngaji Ihya lewat kanal YouTube Ghazalia College. Namun terus terang saya lebih menyukai versi podcastnya karena bisa saya download dan putar kapan saja, hehe.

5. Daebak Show w/ Eric Nam – Dive Studios

Bagi anda yang menyukai K-pop, wajib bagi anda untuk mendengarkan podcast ini! Saya mulai mengikuti Dive Studios semenjak debutnya pada era Covid-19. Eric Nam selaku host podcast ini mewawancarai serta berbincang asyik dengan banyak sekali artis-artis di dunia K-pop. Episode favorit saya dari podcast ini adalah episode #80 Catching Up: The Boyz (spoiler: kisah mereka bikin saya ngakak abis).

Oh ya, saya rasa podcast ini juga cocok sekali bagi orang-orang yang sedang belajar bahasa Inggris atau ingin memperlancar kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris mereka. Sebab podcast ini gampang didengarkan atau easy-listening dengan logat amerika yang mudah dipahami.

6. Life Kit – NPR

Life Kit merupakan podcast berisi perbincangan tentang berbagai tips untuk masalah hidup dan cerita-cerita yang relatable bagi kebanyakan orang. Cerita-ceritanya lumayan seru dan mudah didengarkan!

7. Today, Explained – VOX

Saya suka mendengarkan berita lewat podcast ketimbang lewat media lainnya. Podcast yang menjadi bagian dari VOX Media Podcast Network ini membahas, merangkum, dan menjelaskan beragam peristiwa dan berita dari seluruh dunia. Pembicara podcast ini adalah Sean Rameswaram dan Noel King.

8. NPR’s Book Of The Day – NPR

Sesekali saya mendengarkan podcast ini terutama saat kehabisan ide buku bacaan. Kerennya, podcast ini juga sering mewawancarai author/penulis buku yang dibahas lho..

9. This Podcast Will Kill You – Exactly Right Media: The original true crime comedy network

Podcast ini nggak semengerikan judulnya kok. Yah, memang topik yang dibahas agak seram sih kalau anda punya ketakutan berlebih terhadap masalah-masalah kesehatan, virus, infeksi, dan semacamnya. Alasan saya menyukai podcast ini adalah karena saya tertarik dengan bidang kesehatan. Dan para narasumber juga ikut bercerita dalam podcast ini, jadi podcastnya bukan hanya berisi tentang masalah kesehatan dari sisi para ahli saja.

10. Revisionist History – Pushkin Industries

Siapa yang waktu SD benci sejarah? Ayo cung! (Saya pun mengangkat tangan tinggi-tinggi). Saya harus fokus bila mendengarkan podcast ini, karena ada banyak detail-detail yang harus saya dengarkan secara seksama untuk memahami konteks sejarah. Apakah anda pernah mendengar nama Malcolm Gladwell? Kalau belum, Malcolm Gladwell adalah penulis buku-buku bergenre psikologi dan sains seperti seperti Blink, Tipping Point, What The Dog Saw, dll. Malcolm Gladwell sendirilah yang membawakan podcast Revisionist History. Beliau menarasikan sejarah dan menambahkan sudut pandangnya sendiri. Saya lumayan suka podcastnya karena berbeda dibandingkan kebanyakan podcast berita populer yang hanya membahas hal-hal kekinian. Kalau anda suka sejarah, silahkan coba mendengarkan podcast yang satu ini 😀


Nah, itu dia beberapa podcast favorit saya. Saya paling suka mendengarkan podcast di pagi hari. Mungkin karena sejak kecil Ibu saya sering menyetel radio, jadi saya ketularan hobi memutar musik atau podcast untuk memulai hari atau sambil belajar, hehe.

Saya harap review ini berguna bagi anda yang ingin mendengarkan podcast, atau dapat memberikan ide podcast untuk anda dengarkan selanjutnya!

(note: saya tidak menomori podcast-podcast yang saya cantumkan untuk mengurut mana yang paling saya sukai. Jadi angka-angka tersebut hanyalah sebagai pemisah antara judul satu dari yang lainnya. Susah betul rasanya untuk memilih hanya beberapa podcast favorit!)

~ Sofia Kamila

(22 Desember 2023)

Kategori
Arsip

Jambore 2023

Pada hari Sabtu dan Minggu 1-2 Juli 2023 lalu, untuk pertama kalinya saya mengikuti kegiatan Pramuka/Jambore dan untuk pertama kalinya saya juga memakai seragam sekolah, hehe.

Ya, tahun ini, Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FK-PKBM) Provinsi Jawa Tengah menggelar kegiatan Jambore Pendidikan Kesetaraan di Baturaden, Kabupaten Banyumas. Kegiatan ini diikuti sekitar 35 Kabupaten/Kota dari seluruh Jawa Tengah.

Saya mendapatkan kesempatan untuk mewakili sekolah saya dan mewakili Kota Salatiga dengan 7 pelajar Paket C lain untuk berpartisipasi dalam Perkemahan Jambore ini. Berikut adalah beberapa foto dokumentasi yang saya sertakan:

Kategori
Review

Review singkat 2022: Buku-buku dan genre baru

Tahun ini, saya menuntaskan total 23 buku bacaan dari target saya yaitu 30 buku. Memang tidak memenuhi target sih, tapi saya bahagia karena bisa disiplin sedikit demi sedikit menyelipkan hobi membaca saya diantara kesibukan belajar dan kegiatan lain.

Selain itu, tahun ini saya banyak menemukan beberapa genre baru yang saya sukai. Pertama, ternyata saya suka baca novel hukum (terutama John Grisham). Rasanya semacam liburan dari dunia sains yang menjadi fokus belajar utama saya gitu, hehe. Yang kedua, saya baru menyadari kalau saya juga suka genre fantasi dan horror. Mungkin karena saya sudah lebih (uhuk-uhuk) dewasa, jadinya nggak begitu takut lagi baca novel-novel horror. Yah, itu adalah sebuah pencapaian bagi saya 🙂

Oke, berikut adalah review singkat bacaan 2022:

1. Orang-orang Bloomington (Budi Dharma)

Ada total 7 cerpen dalam buku ini. Semuanya ditulis dengan alur cerita yang bertempat di negara barat. Berikut adalah judul ketujuh cerpen:

– Laki-laki tua tanpa nama

– Joshua Karabish

– Keluarga M

– Orez

– Yorrick

– Ny. Elberhart

– Charles Lebourne

Jujur, saya agak lupa isi cerpen-cerpennya karena saya membacanya di awal tahun. Namun seingat saya, cerpen-cerpen Budi Dharma merupakan sesuatu yang sangat baru bagi saya. Saya nggak begitu terbiasa membaca karya penulis Indonesia, terutama genre sastra. Awalnya Mama yang merekomendasikan buku ini, tapi ternyata menarik juga.

2. The Catcher in the Rye (J.D. Salinger)

Ini adalah buku yang hanya saya baca ketika berada di luar rumah. Soalnya bukunya kecil sehinggga mudah dibawa. Jadi perlu waktu agak lama bagi saya untuk menyelesaikannya, wkwkwk.

Bukunya menceritakan tentang kisah seorang remaja laki-laki bernama Holden Caulfield yang kabur dari sekolah asramanya. Buset dah, dialognya penuh dengan kata-kata kasar dan makian. Serta sudut pandang si Holden ini pada dunia sangatlah negatif. Tapi banyak orang yang berkata bahwa novel ini begitu realistis menggambarkan perasaan anak lelaki di usia remaja. Yah, begitulah.

3. Guns, Germs and Steel (Jared Diamond)

Sebelum itu, saya mau bilang bahwa saya nggak menuntaskan membaca buku ini. Kenapa? Karena saya merasa nggak tahan kalau baca buku yang menceritakan tentang sejarah. Topiknya menarik sih, tapi entah kenapa, sejarah kelam manusia bukan hobi saya. Namun bukunya cukup bagus karena meringkas sejarah-sejarah tentang bagaimana umat manusia terbentuk karena guns (senjata dan perang), germs (pandemi & penyakit), dan steel (teknologi, alat).

4. The Girl Who Loved Tom Gordon (Stephen King)

Edisi paperback buku ini ditulis dalam bahasa Inggris. Karena baru pertama kali membaca karya Stephen King, saya agak bosan membacanya. Tapi menurut saya ceritanya oke-oke saja sih.

Oh iya, genrenya adalah psychological thriller. Jadi mengandung banyak unsur horror yang bikin merinding. Cuma entah kenapa, gaya penulisannya bukan favorit saya.

Untuk genre horror, penulis favorit saya tetap R. L. Stine, sang penulis seri Goosebumps.

5. The Stars Shine Down (Sidney Sheldon)

Yang ini genrenya adalah pop. Jadi sangat mudah dibaca dan alurnya juga cepat.

Ceritanya mengisahkan perjalanan Lara Cameron, seorang wanita muda yang meniti karir di bidang real estate, dunia yang biasanya hanya untuk laki-laki.

Kurang lebih, buku ini adalah favorit saya dari semua buku yang saya baca tahun ini.

6. Cafe Opera (Bondan Winarno)

Buku ini adalah kumpulan cerpen dengan genre sastra kedua yang saya baca setelah Orang-orang Bloomington. Saya sejak dulu tahu kalau punya buku ini. Namun baru sempat baca, karena ceritanya mengandung tema dan bahasa yang agak vulgar. Ceritanya menurut saya cukup oke.

7. Norwegian Wood (Haruki Murakami)

Jujur, saya agak kecewa setelah baca buku ini. Karena isinya tidak sebanding dengan apa yang saya bayangkan setelah mendengar banyak orang yang merekomendasikannya.

Buku ini ditulis pada tahun 1987. Alur ceritanya berlatar-belakang Jepang pada era tahun 1960-an. Tokoh utamanya seorang laki-laki usai 20-an bernama Toru Watanabe. Ceritanya mengisahkan hubungan Toru dengan dua gadis, yaitu Naoko dan Midori Kobayashi.

Buat sebuah buku yang dilabeli batas usia 15+, saya kaget karena buku ini banyak mengandung unsur vulgar daripada kebanyakan buku yang dilabeli 18+. Pendapat pribadi saya sih, bukunya agak mengecewakan. Nggak sesuai dengan hype-nya.

8. Theresa (Emile Zola)

Ini buku kedua yang lumayan mengecewakan saya. Alur ceritanya bikin saya bingung. Tapi maklumlah, saya baru pertama kali baca karya Emile Zola.

Bukunya sudah banyak berdebu. Dan walaupun begitu, kualitasnya masih lumayan bagus karena disampul. Kertasnya agak menguning sedikit, tapi itu hal yang wajar. Yang membuat saya tertarik membaca buku ini ketika mengobrak-abrik rak buku adalah karena sampulnya yang menarik (ya, saya telah melakukannya, menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja).

Dengan latar belakang negara Perancis, plot novel ini sangat baru dan membingungkan buat saya. Oh iya, genre buku ini adalah sastra.

9. The Broker (John Grisham)

Penghargaan penulis favorit saya tahun ini jatuh kepada John Grisham. Karena ayah saya punya banyak buku John Grisham, awalnya saya tak pernah tertarik dan hanya meliriknya saja. Namun, setelah tahun lalu baca The Firm, saya jadi ketagihan membaca lika-liku kehidupan pengacara dan gaya hidup mereka yang kadang-kadang bikin kesal . Namun, John Grisham selalu berhasil mengemas cerita-ceritanya dengan baik. Saya tahu kalau di review sebelumnya saya bilang kalau nggak begitu suka novel hukum. Yah, saya mengubah pikiran saya.

Oh iya, saya hampir lupa reviewnya. Buku ini berisi cerita tentang agen rahasia dan spy. Bahkan John Grisham sendiri mengaku ia tidak terbiasa menulis alur cerita seperti ini, karena keahlian beliau adalah hukum.

Spoiler: Mengandung lumayan banyak unsur dan bahasa Italia.

10. Everything is f***ed (Mark Manson)

Tak usahlah saya jelaskan judulnya. Namun buku ini adalah satu-satunya buku self-improvement yang saya baca di tahun 2022. Sebab, saya ingin “libur” dulu dari buku-buku dengan genre self-improvement.

Saya menemukan bukunya di perpustakaan daerah dengan kondisi masih baru sekali. Langsung saja saya meminjamnya untuk dibaca dirumah. Menurut saya bukunya oke-oke saja. 11/12 dengan buku Mark Manson satunya yang berjudul Sebuah Seni untuk Beriskap Bodo Amat (The Subtle Art of Not Giving a F***). Hanya saja, buku ini menceritakan tentang harapan dan emosi.

11. The Rainmaker (John Grisham)

Buku ini sudah di film-kan dengan bintang utama Matt Damon. Ceritanya mengandung banyak humor namun tetap serius dan lumayan realistis dibandingkan buku John Grisham yang lain. 10/10. Buku favorit kedua tahun ini setelah The Stars Shine Down. Saya suka humor. Kita semua sesekali perlu humor. Dunia perlu humor.

12. The King of Torts (John Grisham)

Karena kebanyakan baca karya John Grisham, saya hampir lupa buku ini isinya bagaimana (habis, judulnya diawali dengan “The” semua). Tapi, diantara semua buku-buku John Grisham yang saya baca tahun ini, buku inilah yang paling bikin kesal. Hehehe.


Itulah review singkat saya untuk buku-buku yang saya baca di tahun 2022. Terima kasih sudah membaca! 🙂

Sofia Kamila

10 Januari 2023 / 2022 年 11 月 5 日

Kategori
Beropini

Book ≠ Nerd

Kadang sedih deh, kalau ada orang lain yang menganggap para kutu buku atau orang yang sering baca buku sebagai makhluk dari spesies yang berbeda.

Padahal menurut saya baca buku itu sama saja dengan aktifitas lainnya. Hanya saja meluangkan sedikit waktu dari aktifitas utama, tapi worth it sih, karena dapat hiburan dan kadang ilmu juga. Karena kalau baca buku, terkadang rasanya saya nggak berada di satu tempat saja. Saya bisa jalan-jalan dan keliling dunia tanpa bayar ongkos mahal.

Jadi kenapa sih, orang yang sering baca buku sering dianggap..beda dari yang lain?

(Warning: Sekali lagi ini hanya opini dari sudut pandang saya saja. Tulisan saya bisa jadi kurang banget atau salah riset :’D)

Kalau dari yang saya perhatikan, harga buku di Indonesia itu relatif mahal dibandingkan negara lainnya. Jadi otomatis orang-orang yang bisa beli buku pun dianggap berduit. Dan fasilitas bacaan mungkin juga kurang sih. Walaupun jaman sekarang banyak perpustakaan daerah maupun taman bacaan. Tapi kalau saya bandingkan harga buku Indonesia dengan harga negara lain, perbandingannya lumayan besar juga.

Perbandingan harga buku To Kill a Mockingbird

Indonesia (Gramedia): Rp 179.000

Amerika (Amazon, versi paperback): $7,19 = Rp. 103.640

India (Amazon India, paperback): 267 Rupee = Rp 51.913

:’)

Kok bisa di India murah banget? Saya kurang tahu pasti. Sempat riset sedikit sih, dan ketemunya karena pajak buku di India itu rendah (jadi kepingin belanja buku di India).

Alasan lainnya mungkin ialah minat bacaan yang masih rendah. Sebetulnya, saya juga sepertinya nggak akan minat baca buku kalau bukan karena orangtua saya yang mengajarkan. Saya bersyukur orangtua saya termasuk yang hobi suka membeli buku (apalagi diskon). Jadi di rumah saya terbiasa ada berbagai macam buku dengan berbagai genre dan bentuk, Ayah saya juga sering mengoleksi Kindle atau E-Book yang gratis atau di diskon menjadi murah sekali. Dan kami sekeluarga juga punya aplikasi ipusnas di ponsel masing-masing.

Jadi sebetulnya agak bingung juga kalau mau bilang fasilitas bacaan di Indonesia itu sedikit. Karena sekurang-kurangnya, fasilitas baca itu ‘ada’. Cuma mungkin banyak yang lebih memilih untuk memanfaatkan perpustakaan buat internetan dan sebagainya. Tempatnya enak sih, ber-AC :v Sebenarnya saya kurang puas dengan fasilitas bacaan di tempat saya tinggal. Gedungnya bagus dan bersih, bukunya juga disortir yang bagus-bagus, namun…koleksinya sedikit. Bahkan komik pun nggak ada..

Jadiii, dengan rendahnya minat baca, mahalnya harga buku, dan (mungkin) minimnya fasilitas bacaan di Indonesia. Otomatis para peminat buku atau kutu buku dianggap berbeda. Mungkin mereka dianggap sebagai orang yg pintar, atau kalau di dunia anak-anak dan remaja dianggap sebagai murid-murid berkacamata yang duduk di bagian paling depan kelas dan dapat ranking 1.

Mungkin orang sering menghubungkan buku dengan ilmu pengetahuan atau wawasan. Saya akui sih, mungkin orang yang suka baca buku itu biasanya lebih seru diajak ngobrol dibandingkan orang yang jarang baca buku (mungkin ya…mungkin). Tapi nggak menjadi pengukur wawasan seseorang juga dong. Saya menolak anggapan buku sebagai simbol kepintaran. Mau pinter nggak pinter juga yang memetik manfaat dari baca buku toh diri sendiri kok..

Sebenarnya saya masih ingin menulis banyak hal lagi yang berhubungan tentang minat baca dan ide-ide untuk menaikkan minat bacaan. Tapi rasanya sedikit bosan karena saya sering membuat ide yang berhubungan dengan perpustakaan serta minat baca di KBQT. Jadi sepertinya saya sudahi dulu di sini saja.

– Sofia

9 Juni 2021 / 2021 年 6 月 19 日

(Jujur saya juga kadang malas baca buku kalau sedang nggak mood. Entah kenapa, malas mikir saja. Tapi orangtua saya selalu mengajarkan kalau membaca buku itu dianggap seperti makanan sehari-hari. Jadi baca buku ya karena perlu. *Ekhem, mirip dengan tulisan terakhir saya yang tentang berkarya karena keinginan deh :vvv’

Kategori
Beropini

Berkarya karena keinginan dan kebutuhan, bukan karena paksaan

Kalau sedang malas, saya kadang bertanya pada diri sendiri, ‘kenapa ya aku berkarya?’.

Di zaman saya sekarang ini nilai karya lebih penting dibandingkan nilai angka. Sudah nggak keren sebegitu keren lagi nilainya nomor satu di kelas. Yang lebih dipentingkan adalah apa karyanya.

Namun walaupun sudah ‘selonggar’ itu, kadang rasanya masih segan atau malas berkarya. Kenapa ya?

Kemudian saya renungkan kembali satu-satu. Kenapa saya berkarya. Untuk apa. Apa manfaatnya, dan sebagainya.

Saya jadi merasa bahwa berkarya (dalam bentuk apapun) dan belajar itu hal yang sama. Keduanya itu kebutuhan dan keinginan pribadi. Bukan paksaan.

Kalau sedang bete karena terpaksa belajar, pasti jadinya asal-asalan dan nggak sesuai dengan effort. Walaupun belajarnya sudah banting tulang. Nah, sama dengan berkarya. Kalau berkarya bukan dari keinginan sendiri. Biasanya hasilnya nggak memuaskan. Rasanya jadi selalu ada yang kurang.

Bukan maksudnya saya menghakimi semua karya harus dari keinginan pribadi sih. Namun menurut saya keinginan dan ambisi untuk berkarya itu harus muncul dari diri sendiri. Nggak bisa dipaksakan. Karena diri kita sendiri yang perlu untuk berkarya. Misalnya kalau saya harus berkarya karena tugas atau disuruh orang, karyanya jadi amburadul karena ngebut batas deadline dan mengerjakannya setengah hati (sebuah cerita real).

Tentu saja saya menulis di blog ini juga karya. Makanya saya jarang posting. Walaupun saya jadwal ada waktu sendiri untuk menulis blog, hasil tulisannya sering nggak memuaskan. Malah bikin pusing karena tulisannya jelek, hohoho.

Saya juga ingin mengatakan sekali lagi bahwa berkarya itu juga kebutuhan. Dalam bentuk apapun itu, yang kita ciptakan atau kerjakan itu karya. Melukis dan bermain musik itu karya. Masakan ibu di dapur juga karya. Sama saja dengan menari ataupun menulis. semuanya karya. Makanya diri kita sendiri yang membutuhkan. Menghasilkan karya itu rasanya semacam punya anak, wkwk.

Walaupun begitu, karya bisa dihasilkan pada saat apapun. Berkarya karena kepentingan tugas pun baik-baik saja. Saya cuma mau mengutarakan bahwa karya yang ‘asli’ dari dalam diri kita itulah karya yang sebenarnya.

Kalau kata bukunya Mark Manson sih, jaman sekarang apapun bisa dibandingkan. Kalau jaman dulu seseorang lagi malas berkarya mungkin mereka bakal berkata, ‘Duh, hari ini payah banget. Karyaku nggak memuaskan! Sudahlah tidur saja’. Namun sekarang, kita malas berkarya terus cek sosial media. Dan kita malah disuguhi beragam karya orang-orang lain. Malah tambah…malas berkarya.

Dan nggak pernah ada kata telat kok untuk berkarya. Banyak orang-orang hebat yang baru menghasilkan ‘karya’ di usia tua. Jadi nggak harus dipaksakan juga. Yang penting ya…datang dari diri sendiri.

Yah jadi itu unek-unek nggak jelas saya hari ini. Nggak tahu sih masuk akal atau enggak. Habis saya kepingin banget update tulisan ini di blog.

Selamat berkarya! (Sofia mengatakan pada dirinya sendiri)

– Sofia K

年 2021 月 4 日 26 / 26 April 2021

(NB: Kenapa ya ide untuk nulis/berkarya munculnya selalu malem-malem. Jadi kepikiran buat naruh sticky notes di sebelah tempat tidur, hahaha)

Kategori
Review

Review singkat 2020: Buku-buku yang saya baca di masa pandemi

(Tidak termasuk buku-buku yang sudah saya review di blog ini)

  1. The naked traveler – Trinity

Menurut saya lumayan, dan nggak membosankan karena ditulis dengan menarik buat selera anak muda. Terus terang saya awalnya tidak begitu menyukai buku tentang perjalanan dan travelling. Tapi setelah mengetahui gaya menulis Trinity ternyata menarik juga.

Buku ini berisi cerita-cerita perjalanan travelling Trinity ke berbagai tempat. Mulai dari tempat-tempat di Indonesia, sampai Eropa, Amerika, dan lebih banyak lagi.

Disuguhi info-info menarik dan lucu serta cocok sekali buat para penggemar travelling (meskipun saya tidak). Sebetulnya saya sudah membaca The naked traveler 2 tahun lalu karena iseng, baru membaca buku yang pertama. Hehe.

2. Le Petit Prince – Antoine de Saint Exupery

Sebenarnya saya sudah baca buku ini entah tiga atau empat tahun lalu, saya lupa. Waktu itu saya masih terlalu kecil untuk memahami ceritanya. Dan saya sempat ingat buku ini dan ingin membacanya lagi. Namun terus terang sejak pindah saya lupa ditaruh dimana. Untungnya saat sedang bersih-bersih rak buku saya menemukan buku ini terselip di antara novel hukum.

Oh ya, hampir lupa reviewnya. Bagi saya buku ini sangat bagus. Cocok dibaca dan direnungi siapapun. Sesibuk apapun anda, saya sarankan membaca buku tipis ini. Siapa tahu bisa mengubah hidup anda :’)

Buku ini mengisahkan tentang seorang pilot yang tersesat di padang pasir. Dan ia bertemu dengan seorang pangeran cilik yang mengaku berasal dari Asteroid B.

Buat saya, masih ada beberapa misteri yang belum terpecahkan bahkan setelah beberapa kali membaca buku ini. Entah itu apakah si pilot akhirnya menemukan jalan untuk keluar dari padang pasir. Dan apakah sebetulnya pangeran cilik ini adalah imajinasinya. Masih ada banyak hal yang belum terjawab.

Bahkan sang penulis, Antoine de Saint Exupery juga menghilang dengan pesawat terbangnya. Sama misteriusnya dengan si pangeran cilik yang entah bisa kembali ke planetnya atau tidak.

3. Dunia Sophie

Ah, filsafat lagi. Anda mungkin pernah mendengar atau bahkan sudah membaca buku ini. Ini salah satu buku filsafat paling populer yang pernah ada. Ditulis oleh Jostein Gaarder yang berasal dari Swedia. Kebetulan waktu kecil saya pernah baca karya lain Jostein Gaarder yang berjudul Dunia Anna.

Pendapat tentang buku ini? Tidak banyak sih. Memang seperti buku filsafat lainnya. Namun ternyata Jostein Gaarder berhasil menyuguhkan kisah filsafat yang menarik dari sudut pandang Sophie Admundsen, remaja berusia empat belas tahun. Dan saya akui, buku ini memang sangat layak untuk dibaca. Saya salut dengan Jostein Gaarder dan risetnya yang mencakup sejarah-sejarah filsafat dalam buku ini.

Sedikit cerita, sebenarnya nama saya berasal dari buku ini. ‘Sofia’ diambil dari nama karakter Sophie Admundsen yang merupakan tokoh utama buku ini. Jadi ayah saya dulu sekali sebelum saya lahir pernah membaca Dunia Sophie, lalu menamai saya Sofia.

Anyway, buku ini termasuk tebal dan dalam kategori Serius. Kalau saya bilang Serius dengan huruf ‘S’ besar berarti bukan serius biasa melainkan benar-benar serius. Orang-orang yang tidak biasa membaca buku tebal mungkin akan menghela napas dulu setelah melihat ketebalan buku ini. Jadi silahkan luangkan waktu anda sedikit dan putar otak untuk merenungkan hidup anda sambil membaca Dunia Sophie.

Oh ya, saya nggak membacanya sampai habis. Tapi saya pikir nggak ada salahnya untuk saya tulis di blog. Habis, saya malah stress sendiri kebanyakan overthinking kalau baca filsafat. Lol.

4. Sapiens – Yuvel Noah Harrari

Yap, yang satu ini juga nggak saya baca secara habis. Melainkan saya baca cepat. Ketika mendengar judulnya, pasti langsung terpikir homo sapiens.

Betul sekali, buku ini menceritakan tentang perkembangan sejarah manusia. Mulai dari homo-homo di masa lampau. Tentang bagaimana manusia berevolusi dan kenapa manusia merupakan makhluk hidup yang paling cepat berevolusi sekaligus menyebar di seluruh dunia.

7/10 sih buat saya. Termasuk kategori sejarah. Dan lumayan untuk bacaan. Bahkan Barrack Obama juga membaca buku ini.

5. Namesake – Jhumpa Lahiri

Berawal dari saya yang salah mengambil buku, saya bukannya membaca Penafsir Kepedihan yang juga karya Jhumpa Lahiri. Melainkan membaca buku ini. Tapi tidak apa. Toh, lumayan juga.

Kisahnya menceritakan tentang kehidupan keluarga Bengali yang tinggal di Amerika. Dalam buku ini ada banyak cerita dan unsur tentang budaya India. Kalau bagi saya termasuk kategori yang menarik untuk dibaca. Meskipun genrenya sastra, tapi penulisannya menarik dan mudah dipahami.

Tokoh utamanya bernama Gogol Ganguli. Isi buku ini merupakan kehidupan Gogol dan keluarganya dan perjalanan Gogol mencari arti sebenarnya dari namanya.

6. Penafsir Kepedihan – Jhumpa Lahiri

Yang ini sudah lama menumpuk di kamar saya. Buku ini merupakan rekomendasi dari ayah saya juga.

Seperti Namesake, latar belakangnya juga budaya India. Namun buku ini berisi cerita-cerita pendek. Kisah-kisahnya ada yang menyentuh, ada yang membingungkan buat saya. Karena terus terang saya belum pernah membaca cerita sastra seperti ini.

Skor saya 8/10. Termasuk kategori yang menarik untuk dibaca.

7. Untuk dia yang menunggu – O. Henry

Ini buku cerpen lain. Bukunya kecil dan tipis sekali. Namun isinya luar biasa. Cerpen-cerpen O. Henry yang bernama asli William Sydney Porter memang sungguh menarik dan mengejutkan.

Ada lima cerpen dalam buku mungil ini. Masing-masing menceritakan kisah-kisah yang realistis. Ah, buku ini sastra juga. Dan salah satu sastra paling menarik yang pernah saya baca. Skor saya 10/10.

8. The labor of Hercules – Agatha Christie

Sebelumnya saya juga pernah menulis review tentang novel Agatha Christie. Kali ini yang saya tulis berbeda. The labor of Hercules adalah novel berisi dua belas cerpen tentang kasus-kasus poirot sebelum ia mulai pensiun.

Bagi penggemar mitologi Yunani pasti pernah mendengar cerita tentang hercules, atau yang dalam bahasa Indonesia sering disebut herkules atau herakles. Sedikit cerita, Herakles (saya lebih suka menyebutnya herakles) ini adalah manusia yang sakti. Ayahnya adalah Zeus sang raja para dewa dan ibunya adalah manusia biasa. Jadi si Herakles ini tidak sengaja meracuni keluarganya dan oleh Zeus ia diberi dua belas tugas untuk menebus dosanya.

Kenapa Hercules? Karena nama lengkap Poirot sendiri adalah Hercule Poirot. Jadi Poirot bersusah payah mencari kasus yang berhubungan dengan kedua-belas tugas Hercules ini.

Karena novelnya kecil, menurut saya agak terlalu singkat dan ceritanya banyak dipercepat. Dibandingkan novel Poirot yang saya review beberapa bulan lalu, yang ini kecil sekali.

Tapi tetapp saja, cerita detektif Agatha Christie selalu menarik dan asyik untuk dibaca.

9. Tak masalah jadi orang introver – Sylvia Loehken

Buku ini satu-satunya yang bukan fiksi atau sejarah. Ya, ini kategori psikologi. Kebetulan saya sendiri juga termasuk kaum Introver, jadi saya merasa perlu membaca ini untuk lebih memahami diri saya sendiri.

Bagi saya lumayan bagus. Isinya mengenalkan tentang Introver, potensi-potensi dan kekuatan orang Introver, serta bagaimana cara berpikir orang Introver dan masih banyak lagi.

Kalaupun anda bukan seorang introver, tidak ada salahnya membaca buku ini untuk memahami keluarga, teman, atau sahabat anda yang juga seorang introver.

Oh iya, saya baca cepat juga yang ini. Karena saya merasa tidak perlu membaca secara detail semuanya dan saya hanya fokus membaca hal-hal yang saya butuhkan saja.

10. The Firm – John Grisham

Yah, awalnya saya memang tertarik untuk membaca novel hukum. Tapi ternyata memang bukan selera saya. Saya review disini supaya jelas saja. Saya bukan tipe yang hobi membaca novel hukum. Karena saya sangat tidak suka lifestylenya. Tapi kalau boleh jujur, menurut saya bukunya bagus. Bagi penggemar novel hukum pasti menyukai buku ini.

11. The girl who saved the king of sweden – Jonas Jonasson

Buku ini saya beli di akhiran bulan Desember. Saya nemu saja di salah satu toko alat tulis di Salatiga.

Fyi, Jonas Jonasson ini penulis buku bestseller berjudul ‘The 100 year old man who climbed the window and dissappear’, yang menceritakan tentang kakek tua yang kabur dari panti jompo disaat ulang tahunnya yang ke-100. Sudah dulu sekali saya baca buku itu.

Novel Jonas Jonasson memang lucu dan menarik. Ia bisa membuat situasi tetap terdengar konyol meskipun adegannya menceritakan tentang pembunuhan, hahaha.

Waktu saya menulis ini saya belum selesai baca. Tapi dari awal paragraf sudah menarik perhatian saya.


Itulah review singkat buku-buku yang saya baca di tahun 2020. Tidak banyak, memang. Karena saya nggak mau blog ini kepanjangan, hehe.

Saya tahu ini dua hari lebih awal, tapi selamat tahun baru! Meskipun tahun ini bisa dibilang nggak menyenangkan, tapi saya bahagia sekali di masa karantina (dasar introvert). Terima kasih sudah membaca review singkat saya. Saya akan kembali lagi dengan tulisan lainnya!

Sofia K.

2020 年 12 月 30 日

Kategori
Artikel

Bahasa

Ada banyak hal yang ingin saya tulis mengenai bahasa. Saya memang senang belajar tentang bahasa. Karena hanya ini satu-satunya mata pelajaran yang tidak membuat saya stres dan pusing sendiri. Hehe.

Pengalaman Belajar Bahasa

Pengalaman belajar bahasa saya dimulai sejak saya kecil sekali. Dulu waktu masih kanak-kanak, orangtua saya memperbolehkan saya menonton TV asalkan menggunakan bahasa Inggris dan tidak di dubbing dalam bahasa Indonesia. Saya tidak paham tentu saja. Bayangkan anda mendengarkan seseorang berbicara dalam bahasa Navajo, kira-kira seperti itulah rasanya.

Pengalaman belajar bahasa Inggris saya yang benar-benar nyata justru waktu usia saya sembilan atau sepuluh tahun. Waktu itu saya memiliki sebuah game bernama Home Design Story. Singkat saja HDS. Itu adalah sebuah game dimana kita dapat merancang sebuah rumah dan mendekorasinya dengan interior. Saya menyukai game itu, karena saya memang menyukai interior sejak kecil. Di game itu ada sebuah tempat bernama Wall. Wall ini fungsinya untuk chatting dengan sesama pengguna. Jadi saya bisa mengobrol dengan user-user lainnya dan saling bertukar ID.

Waktu itu saya pede sekali ngobrol dengan pengguna atau user lain tanpa memberi tahu orangtua saya. Tentu saja dengan kemampuan bahasa Inggris saya yang saat itu sedang-sedang saja alias broken English. Kalau diingat-ingat saya ngawur sekali waktu itu. Namun malah dari situ saya belajar untuk berkomunikasi yang sebenarnya dengan orang asing. Walaupun hanya lewat chatting. Lambat laun saya pun memahami berbagai istilah dan slank dalam bahasa Inggris. Dan saya tidak lagi mengetik tidak jelas.

Saya ingat memiliki banyak teman di HDS. Salah satunya yang paling saya ingat adalah Sara dan Emily. Sarah tinggal di Australia sementara Emily tinggal dan besar di Amerika. Keduanya fasih berbahasa Inggris dan sabar sekali menghadapi broken English saya. Dari mereka saya belajar banyak tentang budaya di luar. Emily bercerita tentang dirinya yang sempat offline dari HDS karena perayaan Thanksgiving. Kami banyak bertukar cerita dan mengobrol dengan yang lain.

Namun hal itu tidak bertahan lama, sekitar setahun kemudian saya hapus HDS karena merasa bosan. Teman-teman saya pun banyak yang berhenti main HDS. Waktu itu Emily dan Sara sudah left dari HDS. Jadi saya sendirian dan merasa bosan dengan karena tidak ada kedua teman saya. Sebenarnya saya pernah dapat ID Musically milik Emily. Iya, saat itu masih jamannya Musically sebelum TikTok merajalela, lol. Sayangnya saya tidak punya Musically. Ketika saya memiliki hp sendiri dan akan men-download Musically, Musically sudah tidak tersedia di Android maupun ios. Yahh..

Namun saya tidak berhenti di sini. Justru setelah bermain HDS, saya merasa lebih fasih dan lebih percaya diri saat menggunakan bahasa inggris. Saya juga bermain Minecraft, yaitu sebuah game dengan akses untuk bermain multiplayer dengan orang dari berbagai negara. Sungguh asyik rasanya membangun sebuah dunia bareng teman-teman saya. Nanti deh saya tulis sendiri sebuah blog tentang Minecraft.

Jepang, Mandarin dan Korea

Selain bahasa inggris. Saya juga ingin menekuni bahasa Jepang, Mandarin dan Korea. Saat ini sih saya lebih fokus ke bahasa Jepang dulu. Saya ingin fokus belajar untuk JLPT (Japanese Language Proviciency Test) karena saya tertarik dengan student exchange di Jepang. Doakan saja ya, hehe.

Saya pertama kali belajar bahasa Jepang waktu berusia sebelas tahun lewat Duolingo. Itu adalah sebuah aplikasi dimana kita bisa belajar banyak bahasa. Lambang duolingo adalah seekor burung hijau yang menyebalkan, sebab ‘burung ijo’ ini tidak jarang mengingatkan saya untuk latihan harian dalam mengisi email saya dengan banyak spam. Dulu sih saya masih belajar sekedar karena bosan. Waktu itu saya cuma tahu cara membaca huruf hiragana. Namun sekarang saya lebih menekuni bahasa Jepang. Karena saya merasa senang saat melakukannya.

Lantas, kenapa belajar Mandarin dan Korea segala?
Saya pikir, mengamati perkembangan ekonomi pada masa ini, tidak ada salahnya untuk belajar Mandarin. Selain itu saya dengar mandarin juga menjadi salah satu bahasa yang sering digunakan masa kini, jadi buat apa tidak saya coba?

Sementara dengan bahasa Korea, saya rasa bahasa Korea melengkapi semua bahasa tersebut. Alasan lain karena saya senang mendengarkan lagu berbahasa Korea dari band-band Korea seperti Day6, dan semacamnya.

Dari ketiga bahasa tersebut, yang paling mudah dipelajari menurut saya adalah Mandarin. Sebab struktur penyusunan kata atau grammar dalam bahasa Mandarin hampir mirip dengan bahasa Inggris. Kalau soal hurufnya, alfabet Hangul (Korea) lah yang paling mudah dipelarajari. Saya hanya butuh satu hari untuk menghafal hangul karena karakternya simpel dan mudah diingat.

Namun jangan salah, mempelajari ketiga bahasa sekaligus tidaklah mudah. Bahasa Jepang memiliki huruf Kanji. Dan Kanji adalah peninggalan bangsa China zaman dahulu sebelum Jepang memiliki huruf sendiri yaitu Hiragana dan Katakana. Jadi banyak huruf kanji yang mirip dengan Mandarin. Dan hal itu malah membuat saya pusing. Maka itu saya memfokuskan diri untuk belajar bahasa Jepang untuk saat ini.

Grammar!

Grammar adalah salah satu bagian paling sulit dalam belajar bahasa. Masalahnya, setiap bahasa memiliki aturan grammar yang berbeda-beda. Kalau struktur kata bahasa Indonesia adalah S-P-O-K, struktur bahasa Jepang adalah S-K-O-P (agar mudah diingat saya membayangkan sekop).

Atau untuk kalimat pendek, penggunaanya adalah S-O-V (Subject + Object + Verb).

Contohnya adalah:
魚お食べます = I eat fish (Sakana o tabemasu)

Simpelnya, kalau dalam bahasa Inggris kita bilang “I eat fish”, dalam bahasa Jepang kita mengucapkannya “I fish eat”.

Dalam bahasa Jepang ada banyak partikel dan kata imbuhan. Dan setiap kata selalu diawali dengan subjek yang dibicarakan lalu diakhiri dengan berbagai macam partikel seperti “-desu” atau “-masu”.

Begitulah sedikit ringkasan tentang grammar dalam Bahasa Jepang. Agak sulit bukan? Menurut penelitian, bahasa Jepang adalah salah satu bahasa yang paling sulit dipelajari oleh orang yang berbahasa inggris karena grammar alias penyusunan katanya jauh berbeda dengan bahasa Inggris.

Cara Termudah untuk Belajar Bahasa

Cara paling mudah untuk belajar bahasa adalah menggunakan buku. Banyak toko buku yang menjual buku-buku yang katanya ‘jitu’ untuk belajar bahasa asing dari nol. Meskipun begitu, haruslah sangat berhati-hati ketika memilih buku. Sebab ada buku yang sangat bagus, menyediakan contoh kalimat, grammar, kata kerja serta penjelasan. Dan ada pula buku yang isinya sama sekali tidak menyenangkan. Cara amannya adalah dengan googling di website. Atau bertanya kepada kenalan yang bisa merekomendasikan buku yang kita inginkan.

Oh ya, saat belajar bahasa, ada bagusnya untuk membeli kamus atau dictionary. Daripada menggunakan google translate, saya lebih suka menggunakan kamus untuk mencari terjemahan. Sebab di dalam kamus ada contoh pemakaian kalimat dan penjelasan. Jadi tidak perlu pusing-pusing dengan terjemahan dari google translate yang tidak selalu benar. Sekali lagi, sangat penting untuk memilih kamus yang bagus dan lengkap.

Selain lewat buku, dengan teknologi masa kini kita bisa dengan mudah belajar lewat ponsel atau laptop. Ada banyak situs yang bisa dijangkau yang menyediakan edukasi untuk belajar bahasa. Setiap bahasa mempunyai situs andalannya sendiri. Saya sih lebih sering pakai quora.com dan jlpt.jp untuk belajar bahasa Jepang.

Selain itu, ada banyak aplikasi yang mendukung edukasi bahasa. Seperti Duolingo, Cake dan lain-lain. Pada dasarnya kita bisa belajar bahasa dimana saja dan kapan saja. Asalkan punya niat dan minat.

Saya juga menganjurkan untuk ikut komunitas atau klub bahasa bila tersedia. Namun dikarenakan masa pandemi sekarang ini, saya masih belum bisa menemukan komunitas bahasa jepang di tempat saya. Maka itu saya sangat buruk dalam hal speaking. Jadi saya berusaha untuk banyak-banyak mendengarkan video berbahasa jepang (bukan anime :v) di youtube untuk membantu perkembangan speaking selama belum ada komunitas.

Apa Manfaatnya Belajar Bahasa?

Manfaatnya tentu saja menambah pengetahuan serta kemampuan untuk berbicara di tempat asing. Dulu waktu kecil saya pernah belajar bahasa Perancis karena terkesan keren. Namun saya tidak melanjutkannya karena saya merasa lebih tertarik dengan kultur dan bahasa Jepang.

Kalau menurut saya yang paling penting adalah bahasa Inggris. Sebab bahasa Inggris adalah bahasa Internasional. Yang kelak akan banyak membantu dalam pekerjaan dan di masa depan. Kalau bisa berbahasa Inggris, juga lebih leluasa untuk mencari informasi dalam bidang apapun sekaligus bisa berbincang dengan lebih banyak orang. Menarik bukan?


Kira-kira itulah pendapat saya tentang bahasa. Saya hampir lupa, orangtua saya sendiri adalah orang Jawa. Karena itu saya juga bisa berbahasa Jawa. Jangan sampai kita melupakan bahasa bangsa kita yang beragam dan berharga ini. Belajar banyak bahasa tentu saja bagus, namun jangan sampai lupa dengan bahasa kita sendiri. Begitu yang diingatkan orangtua saya dulu.

Sekian untuk hari ini. Terima kasih sudah mampir ke blog saya, hehe.

– Sofia K

2020 年 8 月 31日

(NB: Seharusnya saya update blog setiap hari Minggu. Tapi karena lupa jadi baru hari Senin saya post, maafkan^^)

Kategori
Review

Agatha Christie: The Best Of Hercule Poirot

Buku yang saya review kali ini genre misteri. Yaitu kumpulan cerita terbaik tentang Hercule Poirot karangan Agatha Christie. Karena saya memang penggemar misteri, buku ini saya selesaikan dalam kurun waktu tiga hari, hehe. Ada tiga cerita dalam buku ini. Cerita yang pertama berjudul ‘The ABC Murders’ (Pembunuhan ABC). Yang kedua judulnya ‘Five Little Pigs’ (Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Mengungkap Pembunuhan’. Dan cerita yang ketiga atau terakhir, yang disebut orang sebagai karya terbaik Agatha Christie dengan tokoh Hercule Poirot, berjudul ‘Curtain: Poirot’s Last Case’ (Tirai).

Seperti novel detektif dan misteri pada umumnya, cerita-cerita dalam buku ini menceritakan tentang kasus-kasus pembunuhan dan bagaimana cara Poirot memecahkan kasus tersebut.

Gaya Agatha Christie dalam penulisan buku ini jauh berbeda dengan gaya Arthur Conan Doyle sang penulis Sherlock Holmes. Oleh Agatha Christie, Hercule Poirot sendiri merupakan seorang pria tua yang gemar memecahkan kasus. Penanganan kasus dan penyelesaian kasusnya pun agak lama.
Kalau dibandingkan dengan Sherlock Holmes, Holmes sendiri adalah pria yang bisa tergolong masih muda. Dan cara penanganan kasusnya pun sangat cepat.

Tapi saya tetap menyukai kedua penulis tersebut. Bagi para penggemar novel misteri, Sir Arthur Conan Doyle dan Agatha Christie adalah rajanya misteri. Mereka berdua pun memiliki gaya penulisan yang unik. Novel Agatha Christie selalu mengejutkan di akhir ceritanya. Dan novel Sherlock Holmes mungkin terkesan sastra, namun tetap menarik untuk dibaca.

Yang mirip di antara keduanya adalah bahwa tokoh utama dalam buku memiliki sahabat dekat. Holmes bersahabat dengan Dokter Watson dan Poirot bersahabat dengan Kapten Hastings.

Oke, lanjut ke review saya mengenai buku ini. Saya sendiri menyukai kasus kedua yang berjudul _Three Little Pigs_. Dalam kasus ini Poirot harus mencari kebenaran tentang kasus 16 tahun yang lalu. Poirot harus hilir mudik kesana kemari untuk menanyai kerabat dan teman dari korban dalam kasus tersebut. Dan hasilnya membuat saya betul-betul kaget. Saya tidak ingin memberikan terlalu banyak spoiler disini. Jadi untuk lebih lanjut, silahkan beli bukunya di Gramedia, hehe.

Singkatnya, itulah review buku hari ini. Lain waktu saya akan kembali lagi dengan review buku lainnya!

– Sofia

2020 年 8 月 10 日